Senin, 04 Juni 2012

Analisis Perubahan Hutan Kabupaten Blora

ANALISIS PERUBAHAN KAWASAN HUTAN
KABUPATEN BLORA
DENGAN PENDEKATAN KAJIAN SPATIO-TEMPORAL


Pengertian hutan menurut UU RI No.41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan merupakan sumberdaya alam utama sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat.
Kabupaten Blora sebagai salah satu kabupaten yang memiliki potensi hutan yang cukup besar, rentan terhadap penebangan kayu ilegal. Kabupaten Blora yang memiliki beberapa Kawasan Pemangkuan Hutan (KPK) dengan jenis hutan homogen dominan jati(Tectona grandis). Kawasan hutan yang masuk wilayah administratif Kabupaten Blora dibagi menjadi hutan produksi tetap,hutan produksi terbatas, dan cagar alam.
Hutan Kabupaten Blora merupakan salah satu kawasan hutan di Pulau Jawa yang mengalami degradasi fungsi hutan, hal ini terlihat adanya alih fungsi dari hutan ke non hutan sebesar 4,49 % per tahun. Secara umum, berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) diperoleh informasi perubahan hutan terbesar terjadi di Kecamatan Randublatung, dimana total area hutan yang berubah menjadi tegalan adalah 10.358,95 ha. Kondisi ini apabila terus berlangsung akan memperparah fungsi hutan di Kabupaten Blora. Pengelolaan hutan yang meliputi perencanaan dan pengawasan hutan di Kabupaten Blora menjadi sangat penting untuk dilakukan guna mencegah terjadinya degradasi fungsi hutan yang lebih parah.
Untuk mengetahui pola perubahan lahan di kawasan hutan dalam kurun waktu selama 3 tahun (2001-2003). dilakukan analisis spatio temporal data Landsat ETM7 2001, 2002 dan 2003. Selain itu dengan model analisis GIS diharapkan dapat memberikan evaluasi dalam pengelolaan kawasan hutan di Kabupaten Blora. Hasil analisis spatio-temporal diperoleh adanya pola perubahan lahan yang semakin luas jika lokasinya semakin dekat dengan kenampakan budaya berupa jalan dan permukiman dalam enclave.
            Di Kabupaten Blora sendiri pada kurun waktu 1997 hingga 2001 kerugian yang dialami pihak Perhutani semakin meningkat seiring meningkatnya pencurian kayu (illegal logging). Akibat maraknya penjarahan hutan jati, kerugian ketiga KPH di Blora periode 1997-2001 meningkat, dimana pada Tahun 2001, kerugian 414.704 batang pohon senilai Rp 165,9 milyar. Selain itu, lahan kosong akibat penjarahan yang berpotensi sebagai lahan kritis sampai Februari 2002 diperkirakan 5.600 hektar (Kompas, 07 Februari 2003). Kegiatan inventarisasi hutan merupakan suatu kegiatan penaksiran sumberdaya hutan, termasuk pembuatan peta digital dan basisdata yang mendeskripsikan lokasi serta parameter alami tutupan hutan, termasuk ukuran pohon, umur, volume dan komposisi spesies, yang bertujuan untuk mengetahui kaitan perubahan hutan dalam kawasan hutan Kabupaten Blora terhadap kenampakan budaya seperti jalan dan permukiman menggunakan analisis spatio-temporal.